PROSES RENDENOMINASI RUPIAH DIMULAI TAHUN 2013

Rencana redenominasi alias pemotongan nilai mata uang (tanpa mengubah nilai tukarnya) yang dilontarkan Bank Indonesia (BI) terus menggelinding. Bahkan, bank sentral sudah menyusun tahapan-tahapan untuk memuluskan rencana redenominasi Rupiah.


Pjs Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, mulai tahun depan, BI akan melakukan tahap sosialisasi mengenai redenominasi rupiah ke seluruh lapisan masyarakat.

Sosialisasi ini diperkirakan akan membutuhkan waktu dua tahun hingga 2012. Sosialisasi juga bakal menyentuh aspek akuntansi atau pencatatan di seluruh instansi pemerintah maupun swasta. “Setelah itu, mulai 2013, redenominasi bisa dilakukan,” ujarnya di Kantor BI, Selasa (3/8).

Darmin menyatakan, masyarakat tidak perlu resah dengan rencana redenominasi ini. Sebab, redenominasi hanya menyederhanakan pecahan uang rupiah tanpa mengurangi nilainya. “Redenominasi ini terminologi yang tidak terlalu mudah buat lidah kita. Tetapi, pengertiannya bukan sanering atau pemotongan nilai uang,” tegasnya.

Penjelasan sederhananya, kata Darmin, redenominasi hanya merupakan penyederhanaan penyebutan satuan harga maupun nilai mata uang. Artinya, pecahan mata uang disederhanakan tanpa mengurangi nilai dari uang. “Misalnya, seribu rupiah (Rp1000) akan menjadi satu rupiah (Rp1), sedangkan satu juta rupiah (Rp1.000.000) akan menjadi seribu rupiah (Rp1.000). Tapi, nilai uang sebelum dan sesudah redenominasi itu sama,” jelasnya.

Karena itu, setelah melalui tahapan sosialisasi pada 2011-2012, pada 2013-2015 nanti akan ada masa transisi. Pada saat itu, BI akan mengedarkan uang baru hasil redenominasi. Sehingga, pada periode itu, akan beredar dua jenis uang, yakni uang lama seperti yang beredar saat ini, dan uang baru.

Dengan redenominasi tiga angka nol, maka BI akan mengedarkan uang baru Rp1 yang nilainya sama dengan uang lama Rp1.000. Masyarakat nanti bisa pergi ke bank untuk menukarkan uang lama sebesar Rp1.000 yang akan diganti dengan uang baru Rp1. Sedang jika menukarkan uang lama Rp100.000 akan diganti dengan uang Rp100. Nilai keduanya sama. Untuk uang baru, BI berencana menuliskan kata “uang baru” di kertas uang. Untuk pecahan kecil, maka akan ada uang baru berupa koin atau logam dengan pecahan sen.

Lalu, bagaimana jika ingin membeli barang? Pada 2013-2015 nanti, sebuah barang akan diberi dua label harga. Misalnya sebuah baju yang saat ini seharga Rp100.000, akan ditempeli label tambahan “harga dengan uang baru Rp100”. Jadi, jika seseorang membeli baju tersebut dengan uang lama, maka dia harus membayar senilai Rp100.000 (seratus ribu). Namun, jika orang tersebut membayar dengan uang baru, maka dia membayar senilai Rp100.

Contoh lain. Sebuah televisi seharga Rp1.000.000 (satu juta) akan ditempeli label “harga dengan uang baru Rp1.000”. ‘’Untuk alasan kepraktisan, penjual televisi tersebut bisa saja tidak menempelkan label harga baru, tapi cukup mengatakan ‘Jika Anda membeli televisi ini dengan uang lama, maka Anda harus membayar satu juta (Rp1.000.000), tapi jika Anda membayar dengan uang baru, maka harganya satu ribu (Rp1.000)’,” ujar Darmin.

Jadi, jika pembeli tersebut masih memegang uang lama, maka pembeli bisa membayar dengan sepuluh lembar Rp100.000 (seratus ribu) seperti yang beredar saat ini. Tapi, jika pembeli itu sudah menukarkan uangnya atau sudah memiliki uang baru, maka dia bisa membayar dengan sepuluh lembar uang baru Rp1.000 (seratus rupiah).

Demikian pula dengan gaji. Jika seseorang bergaji Rp1.000.000 (satu juta) per bulan, maka orang tersebut akan menerima gaji dalam uang lama sebesar Rp1.000.000, namun jika dia dibayar dengan uang baru, maka dia akan menerima Rp1.000. Nilai keduanya sama, sehingga tidak merugikan pihak manapun.

Darmin melanjutkan, masa transisi selama tiga tahun mulai 2013 hingga 2015 diperkirakan cukup untuk memahamkan dan membiasakan masyarakat maupun seluruh pelaku usaha, termasuk perbankan, mengenai redenominasi uang lama dengan uang baru. ‘’Karena itu, pada 2016 hingga 2018, mulai masuk tahapan berikutnya. Pada periode ini, BI akan melakukan penarikan uang lama secara berangsur-angsur. Sehingga, pada akhir 2018, uang lama yang saat ini beredar, ditargetkan sudah tidak ada lagi di masyarakat,” terangnya.

Selanjutnya, mulai 2019, kata-kata “uang baru” yang ada di uang baru, akan dihilangkan. Sehingga, Indonesia akan memiliki mata uang baru yang angkanya lebih kecil. Menurut Darmin, meski terdengar agak ribet dan butuh waktu lama, redenominasi akan sangat bermanfaat untuk menyederhanakan pembayaran.

Sebab, saat ini, pecahan Rp100.000 merupakan pecahan uang terbesar kedua di dunia, di bawah pecahan mata uang Vietnam yang sebesar 500.000 Dong Vietnam dalam satu lembar. Darmin menyebut, pecahan mata uang yang terlalu besar kurang efisien, karena membuat proses pembayaran dan transaksi tunai menjadi lebih susah. “Bisa dibayangkan kalau Anda melakukan pembayaran puluhan juta. Anda harus bawa tas, dan itu membuat rasa tidak aman,” katanya. “Selain itu, transaksi dengan nilai uang yang terlalu banyak nol juga menyulitkan,” imbuhnya.

Sumber : riaupos.com

tags:

0 komentar:

Posting Komentar