Dalam islam, wakaf merupakan ibadah yang bernilai sosial ekonomi yang sangat peting disamping zakat, infaq, dan sadaqah (ZIS). Menurut perspektif fiqh, wakaf merupakan suatu perbuatan hukum menahan benda yang dapat diambil manfaatnya tanpa menghabiskan benda tersebut untuk digunakan dijalan kebaikan. Hal ini bermakna bahwa wakaf sifatnya abadi, tidak boleh dijual atau diwarisi, agar harta wakaf bisa terus menerus digunakan untuk kepentingan masyarakat. Menurt bentuknya, wakaf bisa digolongkan menjadi dua jenis :
1. Wakaf harta tetap (fixed asset)
2. Wakaf harta tidak tetap (non-fixed asset)
Bentuk pertama merupakan jenis wakaf yang umum dilakukan kebanyakan masyarakat. Wakaf harta tetap ini dapat berupa tanah, lahan pertanian, perkebunan, bangunan, dan sebagainya yang bersifat tetap. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Mesir, Turki, Palestina, dan Anatoly Land (1340-1947) menyebutkan bahwa 93 % harta harta wakaf merupakan harta tetap. Sedangkan di Indonesia sendiri, menurut data Departemen Agama (September 2005) jumlah seluruh tanah wakaf sebanyak 358.791 dengan luas 818.742.341,86 meter. Hal tersebut menunjukan bahwa jenis wakaf harta tetap lebih populer dikalangan masyarakat. Kemudia jenis yang kedua ialah wakaf harta tidak tetap. Salah satu contohnya yang saat ini sedang populer dan banyak jadi pembicaraan berbagai kalangan ialah wakaf tunai (cash waqf). Sesuai dengan namanya, wakaf tunai ini bisa berbentuk kas dan setara kas. Landasan hukum wakaf tunai ialah fatwa MUI tanggal 11 Mei 2002, yang menyatakan bahwa :
1. Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk kedalam pengertian uang ialah surat-surat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh).
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan dugunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.
Selain itu, hukum nasional Republik Indonesia juga telah mengatur tetntang wakaf tunai ini. Hal ini berlaku sejak di sahkannya UU No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf yang menggantikan UU No. 28 tahun 1997 tentang perkafan tanah milik. Dengan adanya kedua landasan hukum tersebut, kedudukan wakaf tunai semakin jelas, tidak hanya dari segi fiqh (hukum islam), tetapi juga tata hukum nasional.
Sebenarnya banyak manfaat ekonomis yang bisa diambil dari wakaf. Baik itu wakaf berupa asset tetap maupun asset non-tetap. Namun selama ini harta wakaf lebih banyak digunakan untuk hal-hal yang tidak produktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Harta wakaf selama ini hanya dimanfaatkan untuk membangun mesjid, mushallah, tempat makam, dan lain sebagainya. Memang kalau dilihat dari segi keagamaan, hal ini sangatlah baik. Namun jika dilihat dari segi ekonomis, hal ini jauh dari apa yang diharapkan, mengingat besarnya potensi wakaf itu sendiri yang sangat luar biasa. Apalagi dengan hadirnya wakaf tunai sebagai solusi bagi kita yang tidak mempunyai banyak uang untuk berwakaf. Dengan adanya wakaf tunai, setidaknya setiap orang bisa berwakaf tanpa harus menjadi tuan tanah.
Selain itu, jika dilihat dari potensi wakaf tunai di indonesia jumlahnya cukup besar. Mustafa Ph.D (ekonom) menghitung potensi wakaf tunai di Indonesia saat ini bisa mencapai Rp. 3 triliun/tahun. Bahkan Agustianto dalam salah satu artikelnya menyebutkan bahwa jika umat islam di Indonesia yang berwakaf 26 juta jiwa saja, maka akan terkumpul dana wakaf sekitar 22 triliun rupiah lebih. Alangkah bijaknya kita, jika potensi wakaf tersebut bisa dimanfaatkan secar optimal untuk perbaikan ekonomi dan kemandirian umat islam. Apalagi dengan hadirnya wakaf tunai tersebut, tanah-tanah kosong hasil wakaf bisa mulai dibangun, baik itu untuk lahan pertanian, perkebunan, ataupun bangunan gedung, real estate, dan lain sebagainya yang bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia sebenarnya hal ini sudah mulai dilaksanakan untuk beberapa daerah. Misalnya saja di Desa Lubuk Tuba, Sumatera Selatan. Melalui Tabungan Wakaf Indonesia (TWI), daerah ini sekarang menjadi salah satu penghasil karet di Indonesia. Melalui program wakaf pohon produktif TWI beberapa tahun yang lalu, saat ini masyarakat setempat sudah bisa menikmati hasilnya. Saat ini masyarakat Desa Lubuk Tuba tersebut sudah bisa mendapatkan penghasilan sebulannya Rp. 2.100.000 per hektare. Ini merupakan salah satu contoh nyata betapa harta wakaf, jika dimafaatkan untuk hal-hal yang bernilai ekonomis, Insha Allah bisa memperbaiki kesejahteraan dan kemandirian masyarakat. Apalagi dengan hadirnya wakaf tunai ditengah-tengah kita, semakin memberikan peluang bagi kita semua untuk beramal jariyah dalam bentuk wakaf. Semua itu tentunya tergantung niat dan keinginan kita untuk kembali membangkitkan kejayaan umat, khususnya dalam bidang ekonomi seperti yang diukirkan dalam sejarah kejayaan islam beberapa abad yang lalu.
tags:
Wawasan dan ilmu pengetahuan
0 komentar:
Posting Komentar