CERPEN SELAMAT JALAN SAHABATKU

Pagi itu hujan turun sangat lebat, suara gemuruh menggetarkan dedaunan, pepohonan bergoyang terhembus angin. Tapi aku tetap pergi kesekolah seperti biasanya, todak ada satupun perasaan yang aneh dan lain saat itu, semua berjalan seperti biasanya. Sepulang dari sekolah, aku langsung pulang kerumah. Setibanya dirumah, HP ku langsung bordering, ternyata itu sms dari Risky teman SMPku dulu. Ia memberitahukan bahwa teman kami yang bernama Ayu Prahadita tadi pagi kecelakaan, dan sekarang ia dalam keadaan koma.

Aku langsung terkejut, dan tidak menyangka hal itu bisa terjadi. Ayu adalah anak yang kuat dan ceria, yidak mungkin ia bias terbaring tak berdaya seperti itu. Seketika air mataku menetes, dank arena agak tidak mempercayai hal itu, aku langsung menghubungi teman ku yang lain, ternyata benar, ayu sekarang koma di ICU.Keesokan harinya aku dan teman-teman SMPku yang lain pergi kerumah sakit untuk menjenguknya, setibanya disana kami langsung menuju lantai 3 tempat Ayu dirawat. Dengan perasaan was0was dan khawatir aku melangkahkan kakiku perlahan. Tiba-tiba terdengar desah suara dari belakang kami. “Ini teman-temannya Ayu ya?” Tanya orang itu. Temanku yang bernama Asmarita yang juga teman dekatnya Ayulangsung memeluk orang itu dan menangis. “bagaimana Ayu, bu? Dia baik-baik saja kan?” Tanya Asmarita. “Doain aja Ayu ya nak, semoga cepat sembuh.” Jawab orang itu. Terntyata orang itu adalah ibunda Ayu, ia terlihat sangat kuat dan tabah. Sampai-sampai air matanya tak Nampak menetes.
Ibunda Ayu langsung menceritakan kronologis kecelakaan itu, aku hanya bias terdiam dan tak bisa membayangi jika aku ada diposisi Ayu. Kecelakaan itu sungguh tragis, sehingga membuat temanku tak berdaya seperti ini. Setelah mendengar cerita itu, kami langsung bergegas menuju ruang ICU untuk melihat keadaan Ayu saat ini. “Ka. Aku tidak sanggup sepertinya untuk melihat keadaan Ayu, aku takut.” Tanya Widya disampingku. “Sama, aku juga takut kalau…”. Belum selesai aku berbicara Asmarita langsung memotong perkataanku. “Huss..jangan berfikiran seperti itu dulu, kita harus yakin kalau Ayu pasti akan sembuh.” Jawab Asmarita. “Iya As, aku hanya takut saja.” Sahut ku melemah. Aku memang sangat kacau saat itu, perasaanku campur aduk.
Setibanya diruang ICU, kami pun melihat keadaan Ayu secara langsung. Tiba-tiba aku terdiam, dan tak bisa berkata apa-apa, air mataku menetes. Aku tak percaya bahwa gadis yang terbujur diatas ranjang yang penuh dengan alat-alat medis itu adalah temanku, Ayu yang slalu ceria dan riang. “Teman kalian ini sepertinya sudah tidak ada harapan lagi, kecelakaan itu telah membuat benturan yang sangat keras di kepalanya, sehingga terjadi pendarahan. Dan kalaupun ia sadar otaknya tidak dapat berfungsi lagi seperti normalnya, karena syaraf-syarafnya sudah rusak.” Suara itu dating dari dokter yang meraway Ayu. Kami yang mendengar hal itu langsung menagis dan tidak menyangka ini bias terjadi. “Dok, tolong selamatkan teman kami.” Pintaku. “iya..kami akan berusaha semaksimal mungkin.” Jawab dokter itu. “terima kasih ya dokter.” Sambung widya temanku.
Keesokan harinya adalah hari ke2 Ayu dirawat, tapi Ayu belum juga sadar. Kamipun yang mengetahui hal itu langsung kembali ke RS untuk melihat Ayu lagi. Tiba disana kami menemui ibunda Ayu terlebih dahulu. “Bagaimana Ayu bu?” tanyaku. “Alhamdulillah, walaupun Ayu masih belum sadar tapi dia sudah bisa bernapas sendiri tanpa alat bantu, jantungnya masih cukup kuat.”jawab ibu Ayu. Akupun merasa agak lega dan yakin kalau Ayu bias sembuh, karena dia anak yang kuat dan tidak mudah putus asa, aku yakin keinginan untuk tetap bertahan hidupnya masih sangat kuat sehingga ia bias mengusahakan untuk dapat bernapas sendiri tanpa alat bantu medis. “sebenarnya harapan hidup Ayu itu sangat sedikit, seluruh organ tubuhnya sudah tidak dapat berfungsi normal lagi, jadi tadi dokter menyarankan untuk melepas semua alat bantu dan membiarkan Ayu berjuang hidup sebisanya, karena jika terus dipertahankan akan menyiksa dirinya.” Ibu Ayu menambahkan. “Tapi, jika hal itu di lakukan akan memperkecil harapan hidup Ayu.” Jawab Asmarita. “Iya, makanya ibu tidak mau melepaskan alat bantu itu, biarlah ia berjuang dulu dengan alat bantu itu.” Ibu Ayu menjelaska. Dengan nada suara yang rendah. “Benar bu, kami setuju! Kita harus yakin dan percaya bahwa Ayu pasti akan sembuh. Kita harus banyak berdo’a.” Sahut Widya.
Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam, tapi aku dan teman-temanku belum mau pulang. Kami masih berada di rumah sakit sambil duduk di ruang tunggu di lantai dasar, kami ingin selalu mengetahui perkembangan Ayu dan belum mau untuk meninggalkanya. Setelah kurang lebih 30 menit menunggu, Taqi mengajak kami pulang, karena hari sudah malam. Dan kebetulah orang tua kami sudah pada menelpon. Saat kami hendak menuju pintu keluar, tiba-tiba dari atas kami melihat ibu dan ayh Ayu berjalan terburu-buru menuju ruang ICU, akupun terkejut dan seketika itu muncul fikiran-fikiran aneh di benakku. “apa yang terjadi ini? Ada apa dengan Ayu?” gumamku di dalam hati.
Kami mengikuti ibu Ayu menuju ruang Icu, dan ternyata disana sudah ada 2 oarang dokter yang memeriksa Ayu, dokter itu terlihat panic. Aku langsung berdo’a meminta keselamatan untuk temanku. “Ya Allah, tolong sembuhkan temanku ya Allah! Jangan biarkan ia tersiksa seperti itu” desahku seraya berdo’a.  “Bangun yu, bangun! Kamu tidak boleh seperti ini. Kamu harus sembuh, kamu harus bertahan Ayu.” Isak Asmarita. “sabar As, Ayu pasti akan sembuh kok, lebih baik sekarang kita berdo’a saja.” Hibur Widya.
Tiba-tiba dokter itu menghela nafasnya, dan mulai membuka satu per satu alat-alat medis yang melekant di tubuh Ayu dan berkata, “Sepertinya perjuangan Ayu hanya sampai disini, ia sudah menyerah, kita harus merelakanya, biarkan ia pergi dengan tenang.” Aku yang mendengar itu langsung terduduk lemas dan memeluk temanku Widya. Aku tak bias menerima semuanya, ini terlalu cepat. Cita-cita Ayu masih panjang, dan ia belum sempat mewujudkannya. Seketika itu, aku teringat sat-sat dimana kami masih bersama di kelas IX dulu. Ia anak yang periang, baik, pintar, dan santun kepada guru dan semua orang. Ia tidak mudah menyerah jika mendapat kesulitan. Ia pernah bercerita p[adaku bahwa ia ingin menjadi professor dan membahagiakan orang tuanya. Cita-citanya sangat tiggi, dan ia slalu yakin bahwa ia pasti bisa mewujudkannya.
Kini, tiada lagi sosok seorang Ayu. Tiada lagi senyum dan tawa candanya yang slalu dapat menghibur kami di kelas, dan tiada lagi suara penuh semangat Ayu saat berdiskusi di kelas. Ia telah pergi untuk selamanya, dan takkan pernah kembali lagi. Tapi walaupunia telah tiada, ia akan slalu ada di hati kami para sahabatmu. Semangatmu selama ini akan tetap kami ingat, dan sampai kapanpun kau takkan pernah hilang dari ingatan kami semuanya, kau adalah sosok yang dapat membuat hidup kami berkesan. Terima kasih Ayu, setelah apa yang kau berikan selama ini pada kami, kami bangga pernah mengenalmu. Selamat jalan Ayu Prahadita Yuwandi. Cerpen posting by sahabatku oleh freetaskatcampuss

tags:

0 komentar:

Posting Komentar