- Materialisme yang berkedok ilmu pengetahuan seperti yang dikembangkan kaum evolusionis. Pemikiran seperti ini bermuara dari falsafah materialisme yang dikembangkan Barat dari pemikiran dan falsafah Yunani Kuno. Kaum materialis yang berkedok ilmu pengetahuan ini sesungguhnya menafikan keberadaan Tuhan Pencipta alam semesta. Modelnya yang klasik di zaman moderen adalah Charles Darwin dan kawan-kawannya dengan teori evolusinya yang miskin argumentasi. Ironisnya, teori evolusi telah menjadi landasan berfikir peradaban Barat moderen dan juga Dunia Islam yang terpengaruh oleh peradaban Barat tersebut.Teori yang dikembangkan kaum evolusionis-materialis ini telah melahirkan generasi ateis di berbagai belahan dunia, tak terkecuali di Dunia Islam. Namun demikian, teori yang sempat dibanggakan oleh berbagai kalangan ilmuwan dunia sekitar satu setengah abad ini secara ilmiah telah kandas sejak awal abad 20 karena nyata-nyata bertentangan dengan berbagai penemuan ilmiah yang tak terbantahkan seperti teori Big Bang, penemuan sisa-sisa radioaktif oleh ilmuwan NASA tahun 1988 dan berbagai penemuan ilmiah lainnya dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan moderen seperti embriologi, astronomi dan sebagainya. Semua penemuan tersebut dengan jelas membuktikan adanya Zat Pencipta alam semesta yakni Allah Ta 5a8 ’ala. Kendati demikian, pengaruh paham materialisme yang berkedok ilmu pengetahuan tersebut masih kuat dalam kehidupan masnusia moderen karena telah menjadi kultur/budaya.
- Materialisme yang berbasis sosial ekonomi. Faham materialisme ini boleh dikatakan sebagai saudara kembar faham materialisme yang berkedok ilmu pengetahuan. Kendati materialisme berbasis sosial ekonomi ini tidak sevulgar jenis yang pertama dalam menolak dan menafikan eksistensi Tuhan Pencipta, namun implikasinya dalam kehidupan sama saja, yakni penolakan atas konsep Tuhan Pencipta secara total atau setengah-setengah dan pada waktu yang bersamaan terjebak mempertuhankan benda dan apa saja yang berbentuk materi khususnya harta benda pangkat dan lain sebagainya.
- Materialisme yang berbasis tanah dan air atau apa yang disebut dengan pamah nasionalisme. Faham materialisme jenis ini sesungguhnya sudah terkikis dari atas bumi, khususnya di negeri-negeri Islam sejak Rasululllah Saw. mendeklarasikan pertama kali Negara Madinah, sebuah negara moderen yang didasari falsafah, iodelogi Tauhid yang menjadi dasar konsep kenegaraan dan pemerintahan moderen. Di antaranya ialah standarisasi loyalitas terhadap tanah tempat kelahiran manusai bukan berdasarkan keturunan, warna kulit, bahasa, suku, tempat dan tanggal lahir dan sebagainya, melainkan berdasarkan komitment idelogi terhadap Tuhan Pencipta, serta tegaknya nilai-nilai kebenaran dan keadilan 5a8 di tengah masyarakat, kendati mereka berbeda suku, warna kulit, bahasa, dan bahkan berbeda agama sekalipun.
Kondisi seperti itu tegak beridri sampai tahun 1924 atau sekitar tahun 1344 hijriyah. Setelah Khilafah Islamiyah Utsmaniah tumbang dan hancur di tangan Mustafa Kemal Aturk, faham materialisme berbasis nasionlisme mulai eksis di dunia Islam sehingga dunia Islam yang tadinya satu, tercabik-cabik menjadi lebih dari 50 negara dan pemerintahan, bahakan ada yan penduduk aslinya hanya sekitar 500.000 jiwa saja seperti Brunai, Qatar dan sebaginya. Dunia Islampun menjadi lemah dan menjadi santapan empuk atau boneka kaum kolonialis Eropa dan Amerika.
Fakta menunjukkan, bahwa ketiga faham materialisme tersebut menjadi fakor utama kehancuran dan kekacauan tatanan hidup manusia. Berbagai fasilitas dunia yang seharusnya berfungsi sebagai sarana kehidupan telah berubah menjadi tujuan utama bagi kehidupan. Tidak jarang pula fasilitas kehidupan dunia berubah menjadi tujuan dan dicintai melebihi cinta kepada Tuhan Pencipta, bahkan ada pula manusia yang menyembahnya. Akibatnya, berbagai nilai dan aturan yang menata kehidupan manusia dengan mudah dilanggar. Pola hidup menjadi tidak terkendali sehingga menghalalkan segala cara dan tanpa mempertimbangkan kerusakan yang timbul dalam masyarakat dan lingkungan.
Sebagai akibat lain dari materialisme adalah, manusia lupa akan Perjalanan Wisata Abadinya (Rihlatul ef5 Khulud) yang amat panjang, bermula dari sebelum mereka dilahirkan ke dunia dan berakhir ketika mereka kembali kepada Tuhan Pencipta di sebuah negeri abadi yang bernama Akhirat.
Negeri abadi tersebut dirancang Tuhan Pencipta sebagai kompensasi dari apa yang mereka lakukan ketika hidup di dunia; jika baik akan mendapatkan kebaikan dan akan dibalas dengan Syurga, sedangkan keburukan akan mendapatkan balasan yang buruk pula dengan balasannya Neraka. Nna’uzu billaah min dzaalik…
Materialisme juga mengajarkan semua standar kesuksesan hidup di dunia selalu diukur dengan materi. Padahal dalam kenyataan hidup ini, tidak sedikit yang memiliki materi berlimpah, malah hidupanya tersiksa dan menderita. Kesuksesan hanya sebatas dalam pencapaian keduniaan berupa pangkat, kedudukan, status sosial dan harta. Lupa, bahwa di atas segala kesuksesan adalah kesuksesan di Akhirat kelak.
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) Akhirat adalah lalai”. (Q.S. Ar-Rum (30) : 7)
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Q.S. Ali Imran (3) : 185)
tags:
gaya hidup
0 komentar:
Posting Komentar