Penegakan supremasi hukum sedang ramai
dibicarakan. Ini penting mengingat Indonesia adalah
negara berlandaskan hukum dan konstitusi. Dengan
supremasi hukum insan-insan peradilan tidak terjebak retorika
dan mafia peradilan. Pun berbagai macam kasus dapat diselesaikan
dengan baik.
Namun supremasi hukum perlu penunjang:
pengadilan. Mustahil hukum yang berdiri tegak tidak
ditopang keadilan dari pengadilan yang jujur dan adil.
Pengadilan
sebagai badan, terdiri atas orang-orang yang berwenang
mengadili, mendengar, dan memutuskan. Baik menyangkut kasus khusus,
sipil dan militer. Juga berarti kamar, aula, gedung, atau
tempat proses pengadilan dilakukan.
Sulit melacak asal mula
pengadilan. Awal abad pertengahan di Eropa, fungsi
pengadilan belum terpisah dari fungsi legislatif dan administratif.
Raja, penguasa, dan kepala penasihat duduk bersama dalam
aula membahas urusan ini. Belum ada pemisahan fungsi
secara tegas, masih campur baur kayak gado-gado. Baru
se-jak abad ke-12, seiring banyaknya warga negara yang
menyelesaikan pendidikan tinggi dan banyak profesi
hukum diakui, terjadi perubahan fungsi secara nyata.
Ada dugaan istilah pengadilan court (dalam
bahasa Inggris) berasal dari cortile. Ini gedung yang
dikelilingi lorong-lorong beratap, mencirikan
karakteristik istana (palazzo) zaman Renaissance. Semisal,
Palazzo M. Riccardi dan Palazzo Strozzi di Florence, Italia, akhir
abad ke-15.
Puncak pembangunan cortile terjadi di Roma.
Palazzo della Cancelleria merupakan cortile berciri
Renaissance, mulai dibangun 1486. Perancangnya Donato
Bramance, yang pada 1547 menyelesaikan karya monumental,
Palazzo Farnese. Karya ini juga didesain Michelangelo.
Riwayat lain menyebutkan, pada abad
pertengahan, masih di Eropa, gedung pengadilan hanyalah
bagian tambahan dari suatu kompleks bangunan. Semisal,
kompleks biara tempat mengasingkan diri dari kehidupan
dunia, benteng pertahanan kota. Bahkan kompleks sekolah
dan rumah sakit pun masa itu mempunyai gedung atau pengadilan
sendiri.
Maka sama sekali tidak
mengherankan bila di dalam istana juga ada ruang
pengadilan. Istana Alhambra di Granada, Spanyol, dibangun
abad ke-13 dan 14, misalnya, mempunyai kompleks pengadilan cukup
lengkap. Sehingga begitu ada indikasi tersangkut kasus
tertentu, tersangka bisa langsung diadili.
Namun pengadilan tidak berguna jika
keputusan-keputusan yang dihasilkan jauh dari rasa
keadilan. Keadilan itu sendiri disyaratkan sebagai hal
yang bebas dari penilaian subjektif. Maka sejak dulu sudah ada
tamsil: "Keadilan itu buta". Barangkali ungkapan ini tumbuh
dari harapan bahwa dalam kondisi tidak melihat si hakim bisa
membawa keadilan mencapai derajatnya yang tertinggi.
Namun jejak tamsil populer ini belumlah jelas.
Dipercaya, bangsa Mesir kuno yang
memulainya. Dalam menyelesaikan kasus, mereka punya
pengadilan berupa ruang sangat gelap. Tidak
memungkinkan bagi hakim melihat dan mengenali terdakwa, pembela,
atau para saksi. Ruang pengadilan dibuat gelap gulita dengan
tujuan melahirkan keadilan yang "buta" dalam arti
keputusan hakim diharapkan bisa dijamin adil.
Ada juga anggapan tamsil itu berasal dari
sejarah peradilan Inggris. Independensi hakim yang
tidak pernah dipengaruhi oleh pertimbangan pribadi,
prasangka atau simpati terhadap seseorang.
Bahkan salah satu monumen terkenal di
dunia, yang menggambarkan "wujud" keadilan, terdapat di
Pusat Pengadilan Kriminal London, mengambil wujud
orang buta. Sehingga neraca di tangannya mustahil untuk
dilihat.
Tersimpan pesan, "hakim seharusnya tidak
memihak". Bebas perasaan suka atau tidak suka. Ketika
hakim diintimidasi oleh kekuasaan atau diiming-imingi
harta. Juga ketika "sang pengadil" dipengaruhi rasa
kasihan atas ketidakberdayaan dan kemiskinan seseorang.
Keputusan hakim hanya didasarkan pada bukti-bukti.
Nyatalah sejak dahulu keadilan sudah
menjadi dambaan setiap insan. Sayangnya, di beberapa
bagian dunia, keadilan ideal sering sulit tergapai.
Barangkali benar keadilan itu "buta". Seandainya bisa
melihat, mungkin "dia" akan kecewa mendapati kenyataan
bahwa ada banyak hal di dunia ini dilakukan dengan mengatasnamakan
"namanya".
sumber : www.artikelpintar.com
tags:
sejarah
sumber : www.artikelpintar.com
0 komentar:
Posting Komentar