ETOS KERJA BANGSA INDONESIA

ETOS KERJA BANGSA INDONESIA SEBAGAI BANGSA PENGANUT MUSLIM TERBESAR DENGAN BUDAYA ORGANISASINYA


Sebelum kita membahas tentang etos kerja bangsa Indonesia lebih dalam kita harus mengetahui apa yang dimaksud dengan etos itu sendiri. Etos adalah suatu energi semangat dan daya produksi. Sedangkan kerja adalah daya yang kita kerahkan di kali jarak yang kita tempuh. Jika kita mempunyai etos kerja yang positif maka produksi kerja kita pun akan maksimal. Teori mengenai etos kerja dan daya produksi ini seperti teori garbage in dan garbage out.

Untuk menigkatkan etos kerja maka hal yang harus dibenahi adalah diri kita sendiri. Karena etos adalah modal dan asset setiap manusia, dan kita sendirilah yang harus menentukan etos tersebut. Penghancur etos bisa datang darimana saja, baik dari dalam maupun dari dalam.

ETOS KERJA
Hal yang paling mendasar yang menjadikan sebuah bangsa maju atau tertinggal adalah besar atau tidaknya etos kerja yang dimiliki masyarakatnya. Di beberapa negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, etos kerja yang lemah seringkali menjadi permasalahan yang cukup serius dan memerlukan penyelesaian yang komprehensif dan gradual. Indonesia misalnya dengan penduduk terbesar nomor tiga dunia dengan mayoritas penduduknya beragama Islam dikenal sebagai penduduk yang memiliki etos kerja paling lemah.

Bahkan sebuah prediksi ilmiah pernah mengatakan bahwa jika Indonesia tidak segera menyelesaikan masalah etos kerja bangsanya, maka sekitar seperempat abad kemudian, di saat bangsa-bangsa di Asia tenggara telah menjadi negara maju -atau tinggal landas dalam istilah orde baru- maka Indonesia hanya akan menjadi halaman belakang (back yard) kawasan ini. Pembahasan Etos kerja (work ethic) suatu masyarakat tidak bisa dilepaskan dari pemahaman dan pengamalan atas doktrin-doktrin keagamaan atau ideologi yang dianut. Agama atau ideologi merupakan pembentuk etika yang paling dasar yang dikembangkan sedemikian rupa sesuai dengan tuntutan aktual masyarakat. Sebut saja saat ini yang paling berpengaruh; etika Kristen, etika Islam dan etika Konfusianisme. Lalu bagaimana dengan Islam, realitas yang mencuat dipermukaan malah nampak sebaliknya. Agama ini dicap sebagai agama yang menjadikan masyarakat pemeluknya memiliki etos kerja dan sprit persaingan yang lemah.

Bangsa kita selalu mengagung-agungkan budaya etos kerja orang barat yang gigih dan mempunyai semangat yang tinggi. Padahal hal tersebut seharusnya dimiliki oleh bangsa Indonesia yang memiliki penganut muslim terbaesar dan seorang muslim harus mempunyai etos kerja berjiwa semangat untuk kerja keras, pantang menyerah hal ini terlihat dari cerminan nabi Muhammad, yang mana dari sepanjang hidupnya beliau selalu bekerja keras, tidak kenal lelah, selalu belajar, optimis, dan tidak pernah menyia-nyiakan waktu.

Oleh karena itu, berbagai ajaran untuk selalu menatap masa depan dengan optimistis banyak kita jumpai dalam ajaran Islam. Ayat-ayat Alquran seperti Yusuf: 87, al-Hijr: 56, maupun al-Ankabut: 23 jelas mengecam siapapun yang berputus asa, bahkan menganggapnya sebagai perilaku orang tidak bertuhan.

Sebelum terlambat kita semua menyadari lebih baik kita cepat untuk memperbaiki etos kerja dengan meningkatkan lima hal dan menjauhi lima hal. Kelima hal yang mesti ditingkatkan adalah kemandirian, pengetahuan, kerja keras, kerja efektif (hemat waktu), dan optimistis. Sementara lima hal yang mesti dijauhi adalah lawan dari yang pertama, yakni ketergantungan, kebodohan, kemalasan, kerja inefektif (boros waktu), dan pesimistis.

BUDAYA ORGANISASI
Budaya adalah Seluruh sistem gagasan dan rasa, tindakan serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan bermasyarakat yang dijadikan miliknya melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2001: 72 ).

Budaya berhubungan dengan pola prilaku seseorang ketika berhadapan dengan sebuah masalah hidup dan sikap terhadap pekerjaanya. Didalamnya ada sikap reaktif seorang pendidik terhadap perubahan kebijakan pemerintah dalam otonomi kampus sebagaimana yang terjadi, dimana dengan adanya komersialisasi kampus bisakah berpengaruh terhadap perubahan kultur akademis penididik dalam sehari-harinya. Diungkapkan oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto mendefinisikan budaya sebagai : “Sebuah system nilai yang dianut seseorang pendukung budaya tersebut yang mencakup konsepsi abstrak tentang baik dan buruk. atau secara institusi nilai yang dianut oleh suatu organisasi yang diadopsi dari organisasi lain baik melalui reinventing maupun re-organizing”(Ibid, Soerjono Soekanto, P. 174)

Budaya yang kuat akan mendukung terciptanya sebuah prestasi yang positif bagi anggotanya dalam hal ini budaya yang diinternalisasikan pihak pimpinan akan berpengaruh terhadap sistem prilaku para pendidik dan staf dibawahnya baik didalam organisasi maupun diluar organisasi.

Budaya organisasi juga merupakan Seperangkat nilai yang diterima selalu benar, yang membantu seseorang dalam organisasi untuk memahami tindakan-tindakan mana yang dapat diterima dan tindakan mana yang tidak dapat diterima dan nilai-nilai tersebut dikomunikasikan melalui cerita dan cara-cara simbolis lainnya(McKenna,etal, op.cit P.63)

Tinjauan ajaran Islam membagi budaya kerja kedalam beberapa indikator antara lain :
o Adanya kerja keras dan kerjasama (QS. Al-Insyiqoq : 6, Al-Mulk : 15, An-Naba : 11 dan At-taubah : 105))
o Dalam setiap pekerjaan harus unggul/professional/menjadi khalifah (An-Nahl : 93. Az-Zumar : 9, Al-An’am : 165)
o Harus mendayagunakan hikmah illahi (Al-Baqoroh : 13)
o Harus jujur, tidak saling menipu, harus bekerjasama saling menguntungkan.
o Kelemah lembutan.
o Kebersihan
o Tidak mengotak-kotakan diri/ukhuwah
o Menentang permusuhan.

Oleh karena itu dalam budaya organisasi seharusnya kita bisa dan dapat menyesuaikan diri kita dengan tuntutan organisasi. Sebagai bangsa yang besar kita juga harus memiliki jiwa yang besar. Lebih jelas lagi, sebagai umat Islam yang mengajarkan kepada kaum muslimin, setelah beriman adalah beramal sholeh.

Sholeh dapat dimaknai baik, tepat, lurus, benar atau dalam kontek kekinian kiranya tepat disebut profesional. Jika demikian halnya, sesungguhnya Islam secara jelas mengajarkan pada kaum muslimin untuk selalu mengembangkan budaya kerja atau jika mengikuti kosep Islam disebut amal sholeh itu. Islam menjunjung tinggi apa saja yang baik dan mulia, tidak terkecuali siapapun yang selalu mengembangkan budaya kerja dalam arti yang sempurna.

tags: